Dalam beberapa tahun terakhir, konsep halal mengalami perubahan posisi yang sangat signifikan di panggung ekonomi dunia. Halal tidak lagi dipandang sebatas aturan keagamaan yang mengatur konsumsi umat Muslim, melainkan telah berkembang menjadi standar global yang memengaruhi strategi produksi, distribusi, dan perdagangan lintas negara. Perubahan inilah yang kerap disampaikan oleh Babe Haikal, tokoh yang melihat halal sebagai aset strategis dalam dinamika perdagangan global modern.
Bagi Babe Haikal, halal adalah fondasi kepercayaan yang dibangun melalui proses yang jelas dan bertanggung jawab. Di dalamnya terkandung prinsip kebersihan, keamanan, keterlacakan, serta etika dalam setiap tahapan produksi. Nilai-nilai ini bersifat universal dan sejalan dengan tuntutan konsumen global yang semakin kritis. Dalam dunia perdagangan yang penuh persaingan, kepercayaan menjadi faktor utama, dan halal hadir sebagai standar yang mampu menjawab kebutuhan tersebut.
Kesadaran konsumen dunia terhadap kualitas dan transparansi produk menjadi pendorong utama berkembangnya industri halal. Saat ini, konsumen tidak hanya bertanya tentang harga dan merek, tetapi juga tentang asal bahan, cara pengolahan, serta dampak sosial dan lingkungan dari sebuah produk. Halal menawarkan sistem yang memberikan kepastian atas semua aspek tersebut. Karena itu, industri halal tumbuh pesat dan meluas ke berbagai sektor.
Awalnya, halal identik dengan makanan dan minuman. Namun seiring waktu, cakupannya meluas ke sektor farmasi, kosmetik, fesyen, pariwisata, hingga layanan keuangan berbasis syariah. Babe Haikal memandang perluasan ini sebagai bukti bahwa halal telah menjadi bagian penting dari ekosistem ekonomi global. Halal tidak lagi berada di pinggiran industri, tetapi mulai menempati posisi sentral dalam rantai nilai perdagangan internasional.
Dalam berbagai pandangannya, Babe Haikal menekankan bahwa kesalahan mendasar dalam memahami halal adalah menjadikannya sekadar formalitas. Banyak pelaku usaha baru memikirkan halal di tahap akhir produksi, hanya untuk memenuhi persyaratan pasar. Padahal, menurutnya, halal seharusnya menjadi dasar sejak awal perencanaan bisnis. Pemilihan bahan baku, metode produksi, manajemen rantai pasok, hingga strategi pemasaran harus dirancang dengan prinsip halal yang konsisten dan transparan.
Ia juga menyoroti peran sertifikasi halal yang kini memiliki makna lebih luas. Sertifikasi bukan lagi sekadar dokumen administratif, melainkan simbol standar kualitas yang diakui secara internasional. Banyak negara dengan populasi non-Muslim justru aktif mengembangkan industri halal karena melihat peluang ekonomi yang besar. Fenomena ini menunjukkan bahwa halal telah melampaui batas identitas keagamaan dan berubah menjadi standar ekonomi global.
Menurut Babe Haikal, pergeseran ini membuka peluang besar bagi negara-negara yang mampu membaca arah perubahan. Halal dapat menjadi instrumen strategis untuk meningkatkan daya saing produk nasional dan memperluas akses pasar internasional. Negara yang serius mengembangkan industri halal akan memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam persaingan global yang semakin ketat.
Dalam konteks Indonesia, Babe Haikal sering menyoroti potensi besar yang dimiliki. Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki modal demografis dan budaya yang sangat kuat. Namun potensi tersebut, menurutnya, tidak akan terwujud secara otomatis. Diperlukan regulasi yang jelas, infrastruktur yang memadai, serta sumber daya manusia yang memahami halal sebagai sistem terpadu, bukan sekadar label pada produk.
Babe Haikal juga menekankan pentingnya membangun ekosistem halal yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pengembangan halal tidak bisa dilakukan secara parsial. Pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat harus bergerak bersama dalam satu visi. Tanpa kolaborasi yang kuat, halal berisiko hanya menjadi konsep tanpa dampak ekonomi yang nyata.
Selain sebagai kekuatan industri, Babe Haikal melihat halal sebagai alat diplomasi ekonomi. Produk halal dapat menjadi jembatan kerja sama perdagangan antarnegara dan memperkuat hubungan internasional. Dalam konteks ini, halal berfungsi sebagai soft power yang membawa nilai etika, kepercayaan, dan kepentingan ekonomi dalam satu kesatuan strategi perdagangan.
Peran generasi muda juga menjadi perhatian penting. Babe Haikal meyakini bahwa masa depan industri halal sangat bergantung pada kemampuan generasi muda dalam berinovasi. Teknologi digital, riset, dan kreativitas menjadi kunci untuk membawa produk halal bersaing di pasar global. Generasi muda diharapkan tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga pelaku utama yang mendorong pertumbuhan industri halal.
Pada akhirnya, Babe Haikal memandang halal sebagai konsep yang terus berkembang seiring perubahan zaman. Dari nilai keagamaan yang bersifat personal, halal kini menjelma menjadi aset strategis dalam perdagangan global. Transformasi ini membuktikan bahwa nilai, ketika dikelola secara profesional dan berkelanjutan, mampu menjadi kekuatan ekonomi yang membentuk arah perdagangan dunia di masa depan.